Virus Individualisme Kaum Gen Z

 


Virus Individualisme Kaum Gen Z

Negara kita saat ini memang sedang didominasi oleh para Gen Z. Menurut data BPS pada SP020 : 74,3 juta jiwa atau 27,94% dari total penduduk Indonesia merupakan kaum gen Z. Gen Z adalah orang-orang yang lahir pada tahun 1997-2012 yang saat ini sedang berusia 9-24 tahun.

Gen Z sendiri biasa disebut dengan generasi digital. Mereka sudah akrab dengan teknologi digital sejak lahir, yang secara otomatis tumbuh bersama Internet of Things (IoT). Generasi ini banyak dipengaruhi oleh teknologi dan menghabiskan waktu mereka dengan smartphone, laptop, social media, dsb. Morning Consult juga menyebutkan bahwa Gen Z lebih suka memfokuskan diri untuk menghasilkan uang dan karier yang sukses. Tidak heran, banyak gen Z yang sudah melek finansial dengan menabung dan investasi yang menjadi prioritas utama. Mereka juga sangat mementingkan karier dan memperoleh gaji yang layak. Namun, gen z sendiri tergolong keras kepala dikarenakan tekad dan kemauan mereka yang sering mendominasi. Suka tergesa-gesa juga merupakan kebiasaan para gen z, sehingga kebanyakan dari mereka menyukai hasil yang instan.

Adanyak motivasi-motivasi tersebut, memunculkan fenomena individualisme karena mereka lebih memfokuskan diri dengan apa yang mereka cita-citakan. Bahasa kerennya, banyak anak muda yang ingin menjadi independen bisa memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga terkadang mereka terlalu ambisius.

Mengapa individualisme lebih disukai generasi Z?

Majalah Forbes (Patel,2017) dan Iorgulesco juga mengatakan bahwa gen z adalah generasi yang sangat percaya akan dirinya sendiri serta memiliki sifat yang amat kompetitif. Orang yang memiliki sifat percaya diri dan kompetitif sering menimbulkan sikap ambisius.

Tentu saja sikap ambisius merupakan tanda dari adanya rasa ingin selalu memberikan yang terbaik, akan tetapi ambisius tetap memiliki dampak yang buruk. Premuzic (2017) dalam artikelnya yang berjudul “A Psychologist Finally Explains Why You Hate Teamwork so Much” mengatakan bahwa mereka yang tergolong ambisius justru akan meninggalkan perannya dalam kelompok bahkan menelantarkan kelompoknya demi mencapai tuannya sendiri. Berdasarkan pendapat ini maka dapat disimpulkan bahwa generasi z lebih memilih menjadi pribadi yang individualis yaitu agar terbebas dari standar kerja yang tidak sesuai dengan keinginannya.

Adakah dampak positif dari sikap individuaisme?

Individualisme tidak selalu berdampak negatif. Steinkirchner (2014) dalam artikelnya yang berjudul “Your Start-Up: Go With Partners Or Go It Alone” menyampaikan beberapa hal mengenai sisi positif dari individualisme ialah mereka dapat mengikuti visi atau tujuan pribadi mereka.

Hal ini disebakan karena mereka tidak ingin dikekang, sehingga target atau goals dalam hidup dapat ditentukan sendiri melalui keinginan mereka. Dalam artikel ini juga dikatakan bahwa individualisme akan meningkatkan produktivitas kerja. Mereka akan berusaha bekerja secara efektif sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan standar yang sudah ditentukan. Mereka juga memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi. Hal ini karena mereka cenderung bekerja sendiri, sehingga akan memiliki rasa tanggung jawab yang penuh terhadap pekerjaan mereka.

Tetapi mengingat lagi, kita sebagai rakyat Indonesia yang sangat menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan gotong royong dalam kehidupan. Sebagai makhluk sosial, kita masih kerap membutuhkan bantuan orang lain. Menjadi individualisme sah-sah saja selama tidak merugikan orang lain.

Komentar